Pingginya harga sewa perkantoran, yang diperkirakan sudah mencapai titik jenuh, dibarengi dengan kondisi ekonomi yang masih melambat dan masih tingginya depresiasi Rupiah terhadap Dollar Amerika diperkirakan akan memperlambat pertumbuhan permintaan uang perkantoran kedepan.
Meski tahun depan banyak ruang kantor baru yag sudah beroperasi seperti Sinarmas MSIG, Menara Centraya dan The Manhattan Square, Colliers tetap memproyeksikan proses perlambatan ini akan berlanjut hingga 2016.
“Saat itu, pasok yang masuk pasar juga melebihi pasok 2013. di CSBD saja, akan masuk 1,80 juta m2 pasok baru dalam tiga tahun ke depan. Kondisi aktual 88% di antaranya sudah dalam tahap konstruksi struktur. Sementara di luar CBD, kami proyeksikan akan bertambah ruang kantor baru seluas 1,18 juta m2 hingga 2016 mendatang,” urai Ferry.
Untuk tahun 2014 saja, Cushman mencatat pasokan yang akan masuk sebanyak 399 ribu m2, dan permintaan diperkirakan akan menyerap sebanyak 265 ribu m2. Meskipun lebih tinggi 25% dari tahun 2013, tingkat hunian dan kenaikan harga sewa akan tumbuh secara moderet pada tahyn depan.
Di antara pasokan baru yang akan masuk ini, ada tiga gedung perkantoran di CBD yang akan di bongkar dan dibangun ulang pada tahun 2014. Dua di antaranya berada di koridor bisnis Sudirman, Jakarta Pusat, sementara lainya berada di koridor HR. Rasuna Said Jakarta Selatan.
“Mereka, para pemilik tiga gedung tersebut sudah menikmati pendapatan sekaligus profitnya sejak lama dan tidak memilki utang. Nah, ketika sektor perkantoran booming, seperti saat ini, mereka ingin memaksimalkan aset yang ada dengan menhancurkan dan membangunya kembali menjadi gedung berkapasitas lebih besar,” papar Bagus.
Pemilik ketiga gedung tersebut telah mengantongi izin sejak era Gubernur DKI Fauzi Bowo yang meningkatkan koefisien Lantai Bangunan (KLB) dari 5 menjadi 9-10 di kawsan Sudirman dan Di kawasan HR. Rasuna Said dari 4 menjadi 7. Di masa yang akan datang, Bagus menambah, gedung yang sudah berusia 20 atau 30 tahun dan telah mendatagkan profit maksimal, akan mengalami hal serupa.
Dengan tambahan gedung perkantoran baru, Cushman memprediksikan bahwa pada tahun depan tingkat hunian keseluruhan akan turun menjadi sekitar 90-92%, bahkan harga sewa akan merunduk sejauh 15%. Menurut Arief, hal ini wajar terjadi karena volume pasokan yang lebih tinggi di tahun ini. Belum juga ada adanya pemilu yang membuat investor semakin berhati-hati dan memilih menunggu saatr yang tepat untuk masuk ke pasar Indonesia.
Karena itu, Arief berpendapat, tahun 2014 ada;ah waktu yang palling di waspadai oleh investor. Adanya Pemilihan Umum Presiden dan legislatif di percaya ankan meningkatkan kewaspadaan investor yang ingin membuka kantor di Indonesia. Alasanya, “secara historis, dampak Pemilihan Umum pada tahun 2004 dan 2009 cukup memberikan guncangan kepada pasar properti untuk sementara waktu”.
Penyerapan Turun, Harga Tetap Naik
Perlambatan makro ekonomi sudah berdampak pada penurunan daya serap. Depresiasi rupiah terhadap Dollar AS menaikan tarif sewa. Bayang-bayang pelemahan makin jelas.
Setelah mengalami pertumbuhan yang pesat secara berurutan selama 6 kuartal terahir, harga sewa rata-rata di kuartal ketiga tahun ini terlihat stabil. Meskipun demikian, melemahnya nilai Rupiah terhadap Dollar AS mengakibatkan harga sewa kotor (harga sewa di tambah biaya perawatan) dalam rupiah meningkat sebesar 6,2 % selama kuartal ketiga menjadi Rp.280.900 per m2 perbulan. Sebaliknya, harga sewa kotor rata-rata dalam Dollar AS mengalami penurunan sebesar 5 % menjadi 25,30 Dollar AS per m2 per bulan.
Menurunya nilai mata uang Rupiah di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang sedang mengalami perlambatan itu juga memberikan dampak negatif pada kinerja perkantoran di Jakata selama kuartal ketiga 2013. Hasil riset Colliers International Indonesia menunjukan, selama Juli-September 2013, tingkat serapan dan pasokan perkantoran mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama di tahun 2011-2012.
Ferry Salanto, Associate Director, Research Colliers International Indonesia menjukan bahwa tingkat serapan perkantoran sangat tinggi sepanjang tahun 2011-2012.Di mana besaranya sekitar 300 ribu sampai 400 ribu m2. Sementara hingga bulan September tahun ini, ruang perkantoran yang terserap hanya seluas 111 ribu m2.
Data yang ditemukan oleh riset Cushman & Wakelief Indonesia juga tidak jauh berbeda. Arief Rahardjo, Head of Research & Advisory Cushman & Wakefield Indonesia mengungkapkan bahwa dalam kuartal ketiga lalu, sebagian besar aktifitas sewa berasal dari perpanjangan kontrak penyewa eksiting dan beberapa kegiatan relokasi.
Relokasi salah satu penyewa besar, bergerak di bidang perbankan, dari gedung perkantoran Grade-A di daerah kuningan ke salah satu gedung Grade-A yang baru selesai menyebabkan tingkat penyerapan gedung Grade-B mengalami peurunan sebesar 3.850m2. Sebaliknya gedung Grade-A berhasil mencatatkan tingkat penyerapan tertinggi, yaitu sebesar 32.000m2. Dan yang terbirik adalah serapan oleh gedung Grade- C yang mencatat angka sebesar 500 m2.
Masaih adanya keseimbangan antara permintaan dan pasokan pada pasar perkantoran didalam central business district (CBD) di percaya masih anakan mendorong pertumbuhan permintaan sampai akhir tahun 2013. Cushman & Wakefield memproyeksi masih ada pertumbuhan tahunan sebesar 5% dari perkiraan permintaan komulatif tahun ini.
Karena itu, konsultan tersebut meyakini masih akan terjadi kenaikan tingkat hunian secara keseleruhan sebanyak 0,5% menjadi 93,4% pada akhir Desember. Pada akhir kuartal lalu, tingkat hunian itu sudah mencapai angka 97% untuk gedung-gedung di CBD. Kenaikanpun terjadi pada area non- CBD yang angkanya pun sudah cukup tinggi yaitu 88%.
http://lywafauzie.weebly.com/article--property-news/1