Dalam perkembangan pasar segmen gedung perkantoran, ternyata Ibukota Negara Republik Indonesia masih nomor Wahid alias nomor satu di dunia mengalahkan kota-kota lain seperti New York di Amerika Serikat, Shanghai di Cina dan Mumbai Di India.
Hal ini dapat di lihat dari hasil riset yang di lakukan suatu perusahaan konsultan DTZ yang berbasis di London, Inggris menyebutnya jakarta masih memuncaki perkantoran global, di lihat dari pertumbuhan rata-rata harga sewa yang melesat senesar 9 persen selama kuartal pertama tahun 2013.
Terkait dengan hasil riset tersebut, maka hampir di pastikan jakarta akan semakin penuh sesak dengan aktifitas perkantoran yang bergerak dalam berbagai bidang. Pertumbuhan juga dapat dilihat tidak hanya terjadi di kawasan segitiga emas (Sudirman-Thamrin- Kuningan), melainkan sudah melebar ke arah timur dan barat bahkan utara dari kota Jakarta.
Pertumbuhan Sewa Melesat
Riset yang dihasilkan memperlihatkan kinerja sektor perkantoran jakarta paling tinggi, jauh di atas Shanghai, Mumbai Bahkan New York dan San Francisco. Kinerja Jakarta menjadi Asia Pasifik memimpin pertumbuhan internasional. Secara umum, menurut DTZ, pertumbuhan perkantoran sewa kawasan Asia Pasifik melebihi kawasan Eropa dan Amerika Serikat dan akan terus berlanjut hingga 2017 mendatang.
Di perkirakan dalam kurun waktu empat tahun ke depan, pertumbuhan tertinggi di perkirakan akan terjadi di india, kota Banggalore akan melesat di urutan teratas,menurut catatan DTZ, kota ini memiliki pertumbuhan tahunan sebesar 8,5 persen.
Untuk kota Mumbai dan Shanghai malah mengalami penurunan, dengan mencatat penurunan terbesar yaitu sebesar 3 persen. Perlambatan pertumbuhan ekonomi di China dituding sebagai penyebab rapor merah sektor perkantoran dengan mencatat perubahan rata-rata 0,8 persen.
Khusus untuk kota-kota besar di China, kebijakan-kebijakan pengetatan pembelian dan pendinginan pasar properti yang dilakukan otoritas China berpotensi mengembalikan kinerja sektor perkantoran ke arah lebih baik.
Semetara di benua biru yaitu Eropa, kinerja perkantoran sewa di kawasan ini tidak mengalami perubahan berarti, terutama di 19 pasar lainya justru terus bergerak negatif. Salah satunya adalah market perkantoran di kota Bucharest, Rumania, yang mengalami penurunan terbesar yaitu 8 persen.
Buruknya kinerja sektor perkantoran di Eropa, terutama wilayah Selatan, tak lepas dari kondisi perkonomian di italia dan spanyol yang berdampak negatif pada permintaan calon penyewa. Pemilik lahan terpaksa meurunkan harga sewa, ini terjadi dikota-kota Madrid dan Barcelona di Spanyol.
Untuk negeri Adidaya Amerika Serikat, DTZ melaporkan, negara Abang Sam ini lebih beragam. Meskipun berada di bawah rata-rata global, Amerika Serikat masih mengalami peningkatan moderat, mulai dari 0,8 persen di Philadelpina hingga 3,4 persen di New York. Perusahaan multinasional masih ragu untuk memperluas dan berkomitmen membuka kantor baru selama semester 1 tahun 2013. DTZ juga memperkirakan akan terus beranjak naik sebesar 1,7 persen dalam lima tahun ke depan
Prospek Bisnis
Secara umum perekonomian Indonesia di prediksikan memperlihatkan pertumbuhan konstan di angka 6 persen -6,5 persen tahun ini hingga 2014 mendatang. Faktor ini di anggap sebagai pemicu melonjaknya jumlah perusahaan lokal, disamping itu, prospek bisnis mereka juga berkembang dengan progess positif.
Hal itu di tandai dengan fenomena aksi relokasi perusahaan lokal yang kian agresif dalam beberapaahun ini. Mereka yang sebelumnya menempati rumah-rumah toko (Ruko), kini mulai berkantor sekaligus berusaha di gedung-gedung perkantoran yang lenbih presentatif, Perkantoran di sepanjang koridor jalan TB Simatupang Jakarta Selatan adalah yang paling di incar oleh para pembisnis.
Mereka bersaing dengan perusahaan nasional dan multinasional guna mendapatkan ruang kantor terbaik di gedung-gedung sekitar kawasan ini Hingga kuartal II 2013, perusahaan lokal tersebut mengusai sekitar 40 persen dari total 466.011 meter persegi pasok ruang perkantoran di koridor Simatupang.
Menurut Ricky Rarore, Senior Associate Director Office Service Colliers International Idonesia, jumlah perusahaan lokal yang berkantor di koridor Simatupang terus bertambah dari tahun ke tahun. Mereka membeli ruang-ruang perkantoran strata dengan luas rerata 100 meter persegi – 200 meter persegi.
Fenomena relokasi yang di lakukan perusahaann lokal di mulai sejak 2011 lalu. Mereka sebelumnya membuka dan memiliki ruko-ruko di sekitar Kelapa Gading, Sunter, S Parman, Dl Panjaitan sejak lalu. Profil perusahaan lokal tersebut antara lain bergerak di sektor jasa konsultansi properti, pajak, perkebunan, telemonikasi, kontraktor pertambangan dan lain sebagainya,”kata Ricky.
Selain perekonomian makro yang kondusif, lanjut Ricky, tingginya harga ruko ikut memicu fenomena relokasi tersebut. Sebagai contoh di salah satu kawasan di Jakarta Utara semisal Kelapa Gading, ruko berukuran 5x17 meter, saat ini dipatok sekitar Rp.7,2 miliar hingga Rp.15 miliar. Bahkan, untuk ruko yang berada di lokasi premium hadap jalan Boulevard (utama) kawasan ini, sudah menembus angka Rp.38 miliar per unit.
Dengan angka lebih murah yakni Rp.2,3 Miliar atau Rp. 23 Juta permeter persegi pembisnis sudah bisa mendapatkan ruang usaha di gedung perkantoran strata Simatupang.Artinya, harga penawaran ruang di koridor ini jauh lebih kompetitif ketimbang ruko,”tuturnya.
Seperti diketahui, bisnis sektor perkantoran di Jakarta sedang dalam masa bulan madu. Permintaan tinggi, pasokan terbatas dan harga terus bergerak naik. Hingga saat ini, capaian harga tertinggi senilai senilai 45 dollar AS (Rp.513.698)-50 dollar AS (Rp.570.775) per meter persegi yang berasal dari perkantoran preminum. Sementara tingkat hunian tumbuh stabil 95 persen.
Pertumbuhan tersebut bukan semata terjadi di dalam kawasan bisnis terpadu (central business district/CBD), melainkan sudah merata ke seluruh wilayah. Koridor Simatupang, Jakarta Selatan adalah salah satu wilyah yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan bisnis sektor perkantoran. Sebanyak 21 persen dari total 2,22 juta ruang kantor luar CBD berada di sini.
Menurut hasil riset Colliers International Indonesia, selama paruh pertama 2013, koridor Simatupang menyumbang 37.181 meter persegi pasokan ruang perkantoran baru yang berasal dari Menara Alamanda dan Plaza Oleos 2.
Ricky Tarore juga mengatakn, setelah beroperasinya kedua gedung baru tersebut, koridor ini akan menambah lagi pasokan ruang kantor baru seluas 47.795 meter persegi. Sehingga, secara komulatif di Simatupang tersedia ruang seluas 513.806 meter persegi sampai akhir tahun ini. Penambahan bakal akan terus berlanjut ketika gedung-gedung yang saat ini masih dalam konstruksi rampung pada 2014 mendatang. Lahan seluas 247.415 meter persegi akan meramaikan pasar perkantoran. Belum lagi bila dikalkulasi hingga 2016 nanti. Sejumlah 20 gedung perkantoran anyar dipastikan menjadi koridor Simatupang dalam tiga tahun ke depan.
“Secara historis, kawasan Simatupang mangalami akselerasi yang pesat. Jika pada 2000 silam hanya mampu menyediakan ruang kantor seluas 144.264 meter persegi, tahun 2012 membengkak 428.830 meter persegi, tumbuh sekitar 9 persen pertahun,” imbuh Ricky.
Akselerasi tersebut, menurut Ricky, dipicu oleh harga sewa dan jual terhitung lebih kompetetif ketimbang di CBD Sudirman, Kuningan, dan Thamrin. “Bayangkan, harga disini separuh lebih murah dibandingkan harga kantor di pusat kota sehingga banyak perusahaan yang mengalihkan orientasi ekspansinya ke koridor Simatupang,” tandasnya.
Selain perkara harga, urusan non-teknis seperti bebas aturan lalu lintas 3 in 1 dan di kelilingi fasilitas publik macam rumah sakit, pusat belanja, dan sekolah juga menjadi pertimbangan. Apalagi, koridor Simatupang lebih terbuka karena dilintasi jalur bebas hambatan seperti Jakarta Outer Ring Road (JORR).
Dengan kondisi demikian, sesuai dengan hukum ekonomi, maka wajar jika harga sewa kantor mengalami kenaikan meski secara umum ekonomi melesu. Arief berkilah, depresiasi Rupiah terhadap Dollar Amerika adalah penyebabnya, dan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) berdampak kepada penyesuaian biaya perawatan perkantoran.
Cushman membeberkan, harga sewa perkantoran di kawasan Sudirman mengalami kenaikan dari Rp. 404.162 per m2, pada kuartal kedua 2013 menjadi Rp. 441.728 per m2, pada kuartal ketiga 2013. sementara kantor-kantor di daerah Thamrin, mengalami kenaikan sebesar Rp.50.258 atau sekitar 11%, sehingga secara rata-rata di dalam CBD terjadi kenaikan 8% pada kuartal ketiga ini dibandingkan kuartal kuartal kedua tahun 2013.
Nah “ Dengan harga setinggi itu, para tenant bisa mendapatkan ruang lebih luas dan gedung baru di luar CBD. Sehingga banyak perusahaan yang beralih dan merelokasikan ke perkantoran di koridor Simatupang, Pondok Indah atau di luar wilayah keduanya.” jelas bagus.
Bagus memberikan contoh, banyak perusahaan manufaktur, consumer goods dan otomotif yang mempertimbangkan untuk memindah kantor mereka di kawasan sekunder tersebut. Hanya perusahaan dengan profil eksposur tinggi seperti finansial, pervabkan, jasa konsultasi,asuransi, telekomunikasi dan IT yang masih berkantor di dalam CBD, karena memang sebuah keharusan.
“Perusahaan perbankan pun hanya kantor pusatnya yang berada di CBD sementara untuk back office justru mulai bertahab menyasar area-area perkantoran baru di ketiga kawasan itu (TB Simatupang, Pondok Indah dan Serpong-red). Fenomena relokasi akibat harga sewa tinggi ini sebetulnya sudah terjadi sejak akhir 2011”. imbuh Bagus.
Kondisi ini tentu saja membuka peluang bagi perkantoran di luar CBD, sekaligus membuat landloard di kawasan ini berani menaikan tarif sewa. Saat ini tarif sewa berada di posisi rerata Rp. 153.379 per m2/bulan di luar service charge, atau meroket 12,7 persen dibandingkan kuartal kedua 2013.