Kemayoran adalah sebuah kawasan yang pernah menjadi pintu gerbang Indonesia. Itu ketika perannya sebagai lapangan terbang belum digantikan oleh Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng. Karena itu tugas mengelola kawasan Kemayoran adalah tugas luhur untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa di mata dunia.
“Dipercaya oleh sekretriat negara untuk mengelola kawasan Kemayoran adalah amanah dan tanggung jawab mulia, karena itu saya akan mengemban amanah tersebut dengan sebaik-baiknya dengan menjadikan kawasan ini menjadi hijau, teduh, megah, modern, mandiri, terpadu, aman dan nyaman dalam berbagai kegiatan,”kata Mayjen (Pur) Tabrie kepada Jakarta Review di ruang kerjanya beberapa waktu yang lalu.
Mantan Dirut PT. ASABRI (Persero) inipun bertekad menjadikan kawasan niaga terpadu bertaraf Internasional atau yang lebih dikenal dengan Green International Business District (GIBD). Namun demikian, upaya untuk mewujudkannya bukanlah hal yang mudah. Masalah yang ada di kawasan Kemayoran ini banyak dan beragam. Karena itu perlu kerja keras dan tuntas untuk mengatasinya.”Masalah terberat adalah lebih kepada persoalan internal PPKK sendiri, semua orang kelihatannya bergerak sendiri-sendiri. Karena itu, yang pertama saya lakukan adalah membangun soliditas, semangat dan kinerja. Tanpa itu semua, asa untuk mewujudkan Kemayoran menjadi kawasan GIBD sulit untuk diwujudkan,” ujar lelaki keharian Jombang, 6 Maret 1948 ini. Berikut petikannya dari wawancara Jakrev.com 9 April 2015 lalu:
Wawancara Mayjen TNI (Pur) Tabrie Dirut PPK Kemayoran |
Sebagai orang nomer satu di PPK Kemayoran. Tugas apa yang dibebankan kepada anda ?
Mandatnya adalah mengembalikan kejayaan kawasan Kemayoran. Singkatnya Kemayoran harus menjadi kawasan perdagangan Internasional yang hijau dan bersifat one stop service.
Caranya bagaimana ?
Terus berupaya membangun infrastruktur pendukung kawasan ini. Mulai dari jalan raya, pedestrian, pintu gerbang spektakuler dan tematik, dan maksimalisasi jaringan teknologi informasi–IT satu pintu seluas 175 M2 di area gedung dekat Mal Mega Glodok Kemayoran (MGK) dengan menggandeng Epsilon Communications, perusahaan penyedia basis data asal London, Inggris. Area itu mampu menyimpan 48 rak data yang berisi ribuan hingga jutaan informasi dari perusahaan penyewa di kawasan GIBD.
Sejak kapan PPK Kemayoran mendapat mandat untuk mengelola kawasan Kemayoran ?
Mandat itu kita terima melalui PP Nomor 31 tanggal 17 Juni 1985. Melalui PP tersebut, Sekretaris Negara membentuk BPKK (Badan Pengelolaan Komplek Kemayoran) yang ditugaskan mengelola kawasan ini hingga sekarang. BPKK sendiri kini telah berubah nama menjadi PPK Kemayoran.
Sebagai Badan Layanan Umum (BLU), seperti apa peran PPK Kemayoran ?
Berdasarkan Kepmenkeu RI No 390/KMK.05/2011 tentang penetapan pusat pengelolaan komplek Kemayoran pada kementerian sekneg sebagai instansi pemerintah yang menerapkan pengelolaan keuangan BLU. Sebagai BLU, kami bukan badan yang semata-mata mencari keuntungan yang sebesar-besarnya karena di dalam BLU dijelaskan tidak berorientasi pada pencarian keuntungan tetapi harus memberikan pelayanan ke masyarakat. Bahkan sebagai BLU, kami diwajibkan menyetorkan pendapatan dari pengelolaan aset sebesar 20 persen langsung secepatnya ke Kas Negara.
Selama 7 tahun terakhir, bagaiamana kontribusi PNBP yang disumbangkan PPK Kemayoran kepada negara ?
Kontribusi PNBP yang kita berikan kepada negara selama 7 tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Tahun 2008 Rp6,6 miliar, 2009 Rp13,1 miliar, 2010 Rp17,5 miliar, 2011 Rp22,2 miliar, 2012 Rp36,54 miliar, 2013 Rp41,4 miliar dan terakhir sementara ini hingga triwulan III tahun 2014 Rp17 miliar. Jadi selama hampir 7 tahun ini kontribusi kita kepada negara dalam bentuk PNBP nilainya sudah mencapai Rp154.7 miliar. Terkait perolehan triwulan III yang masih minim, siklusnya memang demikian, pasalnya pembayaran sewa, biasanya dominan pada akhir tahun. Tapi kami yakin akhir tahun nilainya akan melampaui tahun 2013.
Berapa luas lahan bekas bandar udara Kemayoran ?
Luas lahan yang kita kelola 454 Ha. Dan itu telah definisikan berdasarkan HPL dan berdasarkan pengembangan. Sekarang batas-batasnya telah diperjelas dengan dibangunnya Pintu Gerbang Utama di Utara, Jl. Benyamin Suaeb. Kemudian patung ondel-ondel Betawi setinggi 8 M dan tanaman pohon langka raksasa (bao-bao) di Selatan, Jl. Benyamin Suaeb. Selain itu kami juga telah menyelesaikan pembuatan peta kawasan PPK Kemayoran secara keseluruhan dan menunjukkan batas areal yang jelas.
Apakah pengelolaan lahannya sudah optimal ?
Yang perlu diketahui, dari lahan seluas 454 hektar tersebut, tentu saja semuanya tidak digunakan untuk kepentingan komersial. Artinya hanya 250,33 hektar (55,14) persen yang dikerjasamakan dengan pihak swasta. Kemudian 193,09 hektar (42,53) persen digunakan untuk kepentingan Fasilitas sosial dan Fasilitas umum dan sisanya 10,59 hektar diantaranya atau 2,33 persen diserahkan kepada pemerintah untuk digunakan sebagai kantor pemerintahan.
Jadi HPL nya tidak semuanya untuk kepentingan swasta ?
Tentu saja tidak. Karena bisa dilihat sendiri di kawasan ini banyak kantor pemerintahan seperti Kantor Kodim Jakarta Pusat, Kantor Imigrasi, Kantor Kejaksaan Tinggi, dan beberapa kantor lainnya. Selain itu di kawasan ini juga mudah dijumpai taman dan pedestrian yang luas sebagai fasilitas sosial dan fasilitas umum.
Lalu bagaimana dengan 250,33 hektar yang dikerjasamakan kepada swasta, apakah semuanya sudah habis tersewa ?
Dari lahan seluas 250,33 hektar tersebut, yang sudah dikerjasamakan dengan pihak swasta 224,85 hektar atau 49,53 persen. Yang siap dimanfaatkan 13,78 hektar atau 3,04 persen. Yang belum siap dimanfaatkan 11,69 hektar atau 2,58 persen dan sisanya 25,48 hektar atau 5,61 persen belum dikerjasamakan.
Dari lahan yang sudah dikerjasamakan, apakah semuanya sudah terbangun ?
Dari 224,85 hektar yang sudah dikerjasamakan, baru 12,66 hektar yang terbangun, 27,87 hektar sedang dibangun, 11,96 hektar mangkrak, sementara 64,37 hektar diantaranya belum terbangun.
Bagaimana dengan lahan yang terbengkalai ?
Untuk lahan yang mangkrak atau bahkan belum dibangun sama sekali, kami ajukan denda kepada para pemegang HPL tersebut. Namun karena sudah terlalu lama nggak dibangun, dendanya jadi besar dan mereka mengajukan pengurangan denda kepada kami. Persoalannya kami tak berwenang memutuskan pengurangan denda tersebut. Karena kewenangan tersebut ada pada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Lalu bagaimana solusinya ?
Buat kami, prinsip yang terbaik adalah lahan tersebut segera terbangun. Karena kalau itu terjadi dampak ikutannya menjadi besar dan positif buat semuanya. Misalnya terbukanya lapangan kerja baru dan penerimaan negara yang bertambah. Karena itu, kami mengupayakan jalan tengah dengan menggunakan tenaga konsultan dari pihak ketiga untuk menghitung denda yang wajar tersebut. Dan perhitungan dari konsultan ini sudah kami berikan kepada Kemenkeu. Kini bola ada pada mereka untuk memutuskannya.
Pemprov DKI ingin mengambil alih pengelolaan. Tanggapan anda ?
Soal siapa yang berwenang untuk mengelola kemayoran semuanya terpulang kepada pemerintah. Jika pemerintah ingin kami yang mengelola seperti sekarang, kami tentu sangat senang, sebaliknya jika mandat kami dicabut, itu juga silahkan. Semuanya terserah pemerintah sebagai pemegang saham utama, kami tidak dalam posisi memutuskan.
Apa kabar dengan menara Jakarta ?
Pembangunan menara Jakarta yang sempat terbengkalai sejak beberapa tahun lalu karena kesulitan pendanaan akan kembali diteruskan. Kami mendorong diteruskannya proyek ini, karena bermanfaat bagi orang banyak. Apalagi Menara yang tingginya 558 meter tersebut akan menjadi salah satu ikon nasional di Jakarta selain Monumen Nasional.
No comments:
Post a Comment